Modus Baru SPBU Kurangi Takaran, Isi Pertamax 20 Liter Jadi 18,6 Liter


Sudah satu bulan lebih polisi berpakaian preman bolak-balik ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 34-12305 di Jalan Raya Veteran Rempoa, Bintaro, Tangerang Selatan, sampai akhirnya menggerebek SPBU itu Kamis (2/6/2016) lalu.
Lima orang diringkus, BAB (47), AGR (34), D (44), W (37) dan J (42), mereka pengelola dan pengawas SPBU yang berkomplot mengurangi jumlah takaran.
Kelimanya sedang bertugas saat diringkus. Tengah mengaktifkan alat untuk mengurangi takaran bensin. Kini, mereka sudah jadi tersangka.
Polisi kemudian mengamankan satu unit mesin digital regulator stabilizer merk BOSTECH, dua unit alat pengendali jarak jauh, tiga unit alat atau komponen tambahan merk OMRON yang dimasukkan di dalam dispenser pengisian BBM dan dua unit struk pembelian BBM dari SPBU.
"Ini pertama kalinya kami menemukan alat pengendali jarak jauh untuk mengontrol takaran di SPBU, modus baru," kata Kasubdit Sumdaling Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Adi Vivid.
Makanya, kata Adi, sejak melakukan penyelidikan, pihaknya setengah mati mencari tahu jam para pelaku mengaktifkan alat tersebut.
"Sebab, ini bisa saja mereka langsung kembali ke takaran semula begitu digerebek," kata Adi sembari menambahkan selama satu bulan itu pihaknya menganalisa betul jam takaran berubah jadi tak normal.

Adi menjelaskan, pengatur takaran di dispenser diatur lewat remote control sehingga bisa dikendalikan dari jauh.
Polisi kemudian mencari ciri-ciri saat takaran sedang normal dan tak normal. Jawabannya ternyata ada di mesin dispenser.
Selama satu bulan sebelum penangkapan polisi membeli bensin disitu secara random, lalu diukur. Polisi lainnya yang menyamar jadi penjual koran, tukang minta-minta, atau tukang es memperhatikan dispenser secara seksama.
Setelah diperhatikan selama sebulan, diketahui jawabannya dari dispenser pengisian SPBU. Ternyata apabila lampu di dispenser menyala, berarti takaran sedang normal.
Tapi begitu lampu mati, maka sedang terjadi pengurangan takaran.
Adi menuturkan, saat sedang dikurangi takarannya, maka seluruh atau tujuh dispenser di situ berkurang takarannya.
Setiap hari, kata Adi, SPBU itu bisa menjual 17 ton bensin. Kemudian setiap 20 liter, mereka kurangi 1 liter di jam-jam tertentu. Terutama, saat jam padat pembeli. Pagi dan petang hari.

Aksi ini sudah dilakukan selama satu tahun oleh para pelaku. Kini polisi tengah menyelidiki apakah ada keterlibatan pemilik SPBU atau tidak.
Polisi menyelidiki ini setelah banyak warga disitu mengeluh soal bensin yang selalu kurang, makanya diturunkan tim.
Sementara itu, sejumlah pembeli mengaku sudah tahu kekacauan takaran diSPBU itu. Tapi terpaksa membeli disitu karena tak ada SPBU lain di daerah itu.
Salah seorang warga bernama Wagino (32) mengatakan, alasan dia tetap mengisi bahan bakar disana karena lokasinya yang strategis. Sebab, pompa bensin itu hanya ada di wilayah Rempoa.
"Sedangkan pompa bensin lain adanya di Ciputat dan Bintaro. Ya jauh kalau mau kesana," kata Wagino.
Pria asal Wonogiri itu juga mengatakan, dirinya memang mencurigai pompa bensin itu sudah cukup lama. Selama ia mengisi bensin, jumlah bensinnya tak pernah sesuai dengan permintaan. Namun, karena alasan tak ada SPBU lain, dia tak peduli.
"Hukum berat saja mereka tuh," kata Wagino.

Atas perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf a,b,c Pasal 9 ayat (1) huruf d dan Pasal 10 huruf a UU RI No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan Pasal 32 ayat (2) Jo Pasal 30 dan Pasal 31 UU RI No 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, dengan ancaman hukuman penjara paling lama lima tahun atau denda Rp 2 miliar.
20 Liter Jadi 18,6 Liter
Otak-atik yang dilakukan pelaku di dispenser BBM dengan memakai alat tertentu dan pengendali jarak jauh ternyata bisa mengurangi takaran bahan bakar cukup banyak.
Dari 20 liter bahan bakar jenis Pertamax, dengan ulah dari pelaku bisa jadi hanya 18,6 liter yang terisi di tangki konsumen.
Polisi memastikan kecurangan itu setelah membeli Pertamax sebanyak 20 liter yang ternyata tidak sesuai takaran.
"Paling parah ini Pertamax tadi. Dari 20 liter yang dibeli, 1,4 liter yang dicurangi," ujar AKBP Adi Vivid.
Adi menunjukkan alat-alat yang digunakan untuk mengurangi takaran dan menghadirkan tersangka berbaju tahanan warna oranye.
Menurut Adi, pengurangan dilakukan ke semua jenis BBM yang dijual di SPBUitu.

Teman-teman bisa bayangkan berapa keuntungannya," kata dia.
Adi menerangkan, setelah diketahui adanya kekurangan dalam pembelian BBM di SPBU ini, polisi lalu menghubungi petugas dari badan metrologi untuk mendampingi pemeriksaan di SPBU dengan menggunakan bejana ukur resmi.
Pengelola mengurangi takaran dengan menggunakan alat digital regulator stabilizer yang digerakkan dari jarak jauh lewat remote control oleh pengawas pom bensin swasta itu. Petugas metrologi lalu mengisi BBM ke bejana ukur resmi.
"Pengisian BBM dalam keadaan mesin dispenser dinyalakan dan alat regulator stabilizer dinyalakan maupun dalam keadaan dimatikan. Dari hasil itu ditemukan pengukuran dengan volume yang menggunakan bejana ukur tersebut tidak sesuai jumlahnya sebagaimana mestinya," tutur Adi.
Adi menjelaskan, pemeriksaan jumlah isi volume BBM dilakukan pada 3 unit mesin dispenser BBM dengan 10 nozzle. Namun hanya 7 nozzle saja yang berfungsi, 3 lainnya rusak.
Polisi telah menangkap 3 pengelola dan 2 karyawan di SPBU ini. Akibat penangkapan ini, SPBU berhenti operasi.
Argo Taksi dan SPBU akan Diawasi
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memperketat pengawasan terhadap alat pengukur argometer taksi dan takaran bahan bakar di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU).

Alat-alat yang digunakan untuk menghitung tarif di kedua bidang usaha itu rencananya akan diuji setiap setahun sekali.
Kepala Unit Pengelola Metrologi Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan (KUMKMP) Johan Taruma Jaya mengatakan, pengawasan terhadap argometer taksi dan takaran bahan bakar di SPBU merupakan bagian dari pengawasan terhadap alat ukuran takaran timbangan dan perlengkapannya (UTTP).
Selain di taksi dan SPBU, alat yang dapat digolongkan sebagai UTTP banyak digunakan dalam kegiatan industri dan perdagangan.
"Semua alat UTTP wajib diukur ulang setahun sekali. Tujuannya untuk menghindari kerugian yang mungkin terjadi karena kesalahan pengukuran. Contohnya seperti di taksi dan SPBU," kata Johan.
Menurut Johan, pengawasan terhadap alat UTTP dilatarbelakangi banyaknya alat yang digunakan secara terus-menerus.
Johan menilai pemakaian alat UTTP secara terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan yang berdampak terhadap hasil takaran yang tidak sesuai.
"Apalagi jumlah pom bensin di Jakarta itu kan ada 400 unit dan untuk taksi 28.000 unit. Karena jumlahnya cukup besar, dikhawatirkan tidak selalu dirawat oleh pemilik. Makanya, kita fokuskan pengawasan alat ukurnya," ujar Johan.

Ia mengatakan, alat yang nantinya sudah lolos uji akan dipasangi stiker khusus. Dengan adanya stiker ini, ia menjamin alat pengukur yang digunakan sudah tidak dapat disalahgunakan.
Johan juga menegaskan, pemilik alat UTTP yang tidak berstiker sah dan segelnya rusak bisa dipidana maksimal 1 tahun penjara.
"Dan kalau dipasangi segel, maka argonya tidak bisa dimainkan. Jadi konsumen juga nyaman saat menggunakan alat tersebut," kata Johan. (gle/ote/kps/wly)

0 Response to " Modus Baru SPBU Kurangi Takaran, Isi Pertamax 20 Liter Jadi 18,6 Liter "

Posting Komentar