“Hanya ada dua perempuan yang akan selalu tinggal di hati seorang pria, ibunya dan istrinya.”
Halo, anakku. Ya, aku rasa sudah saatnya aku memanggil kamu anakku juga. Sudah lama aku mengenalmu, tapi baru sekarang aku berani bicara sedalam ini padamu. Sebelumnya, interaksi yang kita berdua bagi hanya sebatas candaan dan pembicaraan ringan seputar putraku. Apa kamu masih ingat saat kita berdua tertawa terbahak-bahak membicarakan masa kecil putraku? Apa kamu ingat ketika kita berdua mencoba membuat kue bersama saat akhir pekan? Aku melihat putraku yang tersenyum bangga di balik dapur. Aku tahu, kamu adalah perempuan terbaik yang dikirim Tuhan untuk putraku.
Anakku, aku tidak ragu sama sekali akan kesungguhan cintamu pada putraku. Aku sadar dari sejak aku menggendongnya pertama kali dalam pelukanku bahwa akan tiba hari dimana aku harus rela berbagi cintanya dengan seorang perempuan yang dipilihnya. Untuk itu, aku tidak akan bisa menandingi. Aku tidak dipilihnya untuk menjadi ibunya, tetapi kamu dipilihnya untuk menjadi pendampingnya. Tidak perlu kamu meragukan cintanya karena aku melihatnya sendiri, lewat matanya, yang dulu hanya ada aku, Ayahnya dan saudaranya.
Kini, semakin dekat hari di mana kalian akan menjalani hidup bersama, hatiku yang hanya seonggok empang ini ingin kuperluas bak samudera. Baik hatimu anakku, karena berkat hadirmu, putraku akhirnya siap menjadi pria seutuhnya. Aku bersyukur atas hal itu.
Rasanya baru kemarin aku jadi wanita nomor satu di hidupnya, akulah sandaran utamanya dan sosok mungilnya yang baru bisa berjalan menggapai-gapai ke arahku. Namun kini, anakku, kaulah yang akan menjadi pendorong utamanya, kaulah yang akan menjadi jangkar yang menstabilkan hari-harinya. Kehormatan yang ingin kupegang selamanya ini dengan yakin akan kulepas dan kuteruskan padamu. Satu pintaku, jagalah dan jadilah kuat, karena kita wanita, ditakdirkan untuk menjadi penopang suami, dan tentunya keluargamu kelak.
Nak, hari-harimu ke depan tidak akan semudah ketika kalian sedang dimabuk asmara. Ada kehidupan yang harus dijalani, dinafkahi dan dibangun, berulang-ulang kali, ketika goyah dan berantakan. Aku percaya, dirimu dan putraku adalah pasangan yang akan saling melengkapi. Bukan hanya karena hari di mana putraku berlutut dan meraih tanganku, meminta restuku untuk menikahimu dan menunjukkan kesungguhan kasihnya pada dirimu, namun karena aku membesarkannya untuk menjadi seorang lelaki sejati.
Percayalah dirimu sudah mempercayakan masa depanmu ke tangan pria yang tepat. Bersama-sama, bangunlah impian kalian dan jaga komitmen yang sudah kalian bangun. Jadilah sosok orang tua yang dapat diteladani oleh anak-anak kalian nantinya. Hanya itu harapanku sebelum tutup usia,dan aku tahu kalian sudah setengah jalan memenuhinya.
Anakku, begitu indah dirimu membawa ketenangan dalam batinku. Kalau pernah hadir ragu dalam hati kecilmu, jangan takut. Meskipun engkau tidak datang dari kandunganku, kau juga sekarang adalah putriku. Apa yang aku punya sekarang juga adalah milikmu. Aku minta padamu, anggaplah juga aku sebagai ibu yang bisa kau andalkan. Tidak ada yang membuatku lebih bahagia dari mengetahui bahwa dalam hatimu, aku pun ada di sana.
Terakhir, berbahagialah, anakku. Aku tahu tidak akan ada yang membuat putraku lebih bahagia dari kehadiran dan kebahagiaanmu. Nikmatilah saat senang dan sedih bersama, dan ketahuilah aku selalu ada di sana untuk kalian, kapan pun kalian membutuhkanku. Jalani segalanya dengan mengandalkan Yang Maha Kuasa dan jangan padamkan cinta bahkan hingga kalian menimang buah hati.
Selamat datang, menantuku.
Dari ibu yang siap menerimamu masuk ke keluarga baru.
0 Response to " Sebelum Kamu Menua Bersama Putraku, Sudikah Kamu Membaca Ungkapan Hatiku, Nak? "
Posting Komentar