Kita semua mengetahui bahwa Alquran itu diturunkan secara berangsur-angsur. Rasulullah menerima wahyu ini dari malaikat Jibril dan kemudian menyampaikannya kepada para sahabat dan pengikutnya.
Kemudian para sahabat menghafalkannya dan ada pula yang mencatatnya. Namun, setelah Rasulullah wafat terjadi kekhawatiran di kalangan para sahabat. Mereka takut bahwa Alquran akan punah karena pada saat itu banyak para hafidz Alquran yang gugur di dalam pertempuran.
Dari situlah Umar bin Khattab memiliki gagasan bahwa sebaiknya Alquran dibukukan. Pada awalnya, khalifah Abu Bakar menolak gagasan ini karena apa yang diusulkan oleh Umar tersebut tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Namun setelah menjelaskan bahwa semua ini demi kebaikan umat Islam maka khalifah Abu Bakar menyetujui gagasan Umar, kemudian Abu Bakar memerintahkan agar naskah dari ayat-ayat yang sudah ditulis itu dikumpulkan untuk disalin dan disusun kembali.
Abu Bakar dalam hal ini menunjuk Zaid bin Tsabit untuk melakukannya, karena dia adalah penulis suhuf-suhuf di zaman Rasulullah. Zaid diperintahkan untuk mengumpulkan suhuf-suhuf Alquran baik yang terdapat pada pelepah kurma, tulang hewan maupun dari para penghafal Alquran yang masih hidup. Setelah selesai disusun, Abu Bakar kemudian menyimpan mushaf ini hingga ia wafat.
Setelah Abu Bakar wafat, maka kekhalifahan berpindah ke tangan Umar. Pada nasa kekhalifahannya, tidak ada kegiatan pembukuan Alquran lagi. Sehingga pada masa kekuasaan Umar bin Khattab hanya fokus pada penyebaran agama Islam. Dan hingga Umar wafat, tidak ada perdebatan tentang Alquran.
Kemudian kekhalifahan berpindah kepada khalifah Usman bin Affan. Pada masa Usman bin Affan, kekuasaan Islam sudah sangat luas. Sehingga pemeluk Islam pada masa itu tidak lagi hanya bangsa Arab saja.
Dan disinilah persoalan baru muncul. Salah seorang sahabat bernama Hudzaifah ibnu Yaman yang baru pulang dari pertempuran mengabarkan kepada khalifah bahwa timbul perdebatan tentang qiraat (bacaan) Alquran dikalangan kaum muslimin. Diantara mereka ada yang menganggap bahwa bacaannya lah yang paling baik.
Dari persoalan itu Hudzaifah mengusulkan kepada khalifah agar segera diambil kebijaksanaan untuk mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut agar masalah tersebut tidak menimbulkan perpecahan umat Islam.
Usul tersebut kemudian langsung diterima oleh khalifah Usman bin Affan dengan langsung mengirim utusan untuk meminta mushaf kepada Hafsah yang disimpan di rumahnya untuk disalin.
Zaid kembali ditunjuk oleh Usman sebagai ketua pembukuan Alquran ini dengan anggota-anggotanya yaitu Abdullah bin Zubair, Said ibnu Ash dan Abdurahman bin Harits.
Setelah selesai, Usman kemudian mengembalikan mushaf yang asli kepada Hafsah untuk disimpan. Kemudian mushaf salinan tadi dikirimkan ke berbagai penjuru negeri seperti Mekah, Kuffah, Basrah dan Suriah.
Mushaf tersebutlah yang sekarang dikenal dengan mushaf Usmani. Dan ini adalah cara Allah dalam menjaga dan memelihara Alquran melalui perantara para sahabat Nabi, dengan membukukan Alquran maka hingga saat ini Alquran masih terjaga kemurniannya sebagaimana firman Allah SWT:
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." [QS. Al-Hijr ayat 9]
Semoga para sahabat tersebut mendapat tempat terbaik disisi Allah karena telah berjasa kepada seluruh umat Islam. Aamiin.
0 Response to " Inilah Sejarah Pembukuan Alquran "
Posting Komentar