Yang Harus Kita Cari dalam Rumah Tangga Bukan Sakinah


Bukan sakinah yang menjadi tujuan pernikahan. Yang harus kita cari dalam rumah-tangga adalah barakah. Sakinah atau ketenangan itu merupakan buah pernikahan, ketika seorang laki-laki menikah secara sah dengan seorang perempuan. Dan ini merupakan sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah Ta’ala. Maka do’a untuk kedua mempelai pun bukan do’a meraih sakinah, bukan pula do’a untuk memperoleh keharmonisan rumah-tangga. Kedua-keduanya akan hadir mengiringi pernikahan apabila suami-istri saling menegakkan pola hubungan yang baik (mu’asyarah bil ma’ruf), menjaga kewajiban-kewajibannya dan saling ridha di antara mereka.
Lalu apa yang sangat perlu kita perjuangkan dalam pernikahan? Barakah. Apakah barakah itu? Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin menunjukkan bahwa barakah berasal dari kata al-birkah yang bermakna tempat berkumpulnya air. Beliau menerangkan, “Barakah berarti kebaikan yang banyak dan tetap. Diambil dari kata al-birkah (ﺍﻠﺑﺮﻜﺔ) yang berarti tempat berkumpulnya air. Dan tabarruk berarti mencari barakah.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menerangkan, “Barakah berarti kenikmatan dan tambahan. Sedangkan hakikat barakah adalah kebaikan yang banyak dan terus-menerus yang tidak berhak memiliki sifat tersebut kecuali Allah Tabaraka wa Ta’ala.”
Maka, sesiapa ingin meraih pernikahan yang barakah, ia harus melakukan tabarruk (mencari barakah) kepada yang memiliki kekuasaan penuh terhadap barakah, yakni Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Lalu, apa saja hal-hal yang perlu kita perhatikan agar Allah Ta’ala karuniakan kepada kita pernikahan yang penuh barakah? Apa yang dapat kita lakukan untuk tabarruk (mencari barakah)? Yang pertama, tidak ada jalan untuk meraih barakah kecuali dengan apa-apa yang telah dituntunkan oleh agama ini. Sungguh, tidak ada satu pun perkara yang membawa kepada surga dan mendekatkannya kecuali telah Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam tunjukkan kepada kita. Tidak pula ada perkara yang menjauhkan kita dari api neraka, kecuali telah pula Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam sampaikan kepada kita. Maka, tidaklah patut kita mencari jalan untuk tabarruk, kecuali dengan apa-apa yang telah beliau shallaLlahu ‘alaihi wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam tuntunkan.
Apa hal pertama yang harus kita perhatikan? Niat. Tidak ada yang lebih penting dibandingkan niat ketika seseorang hendak dan sedang menunaikan suatu amalan. Bersebab niat, amalan kecil bernilai sangat besar di sisi Allah Ta’ala dan bahkan dijadikan sebagai teladan terbaik sepanjang masa. Bukankah amalan ashhabul kahfi adalah amalan yang sederhana? Hanya lari dan tidur panjang. Tetapi dua hal itu ditunaikan dalam rangka sesuatu yang paling besar dalam hidup, yakni menyelamatkan iman, menjaga agama, memelihara ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sebaliknya bersebab niat pula, amalan yang sangat besar dan luar biasa berharga tidak bernilai pahala sama sekali, sedikit pun tidak, bahkan ia menjadi keburukan. Bukankah orang yang pertama kali masuk neraka justru orang yang berjihad di jalan Allah Ta’ala? Tetapi ia melakukan jihadnya bukan karena Allah ‘Azza wa Jalla, melainkan untuk meraih pujian dari manusia. Padahal seseorang yang mati saat berjihad di jalan Allah dan niatnya semata karena Allah ‘Azza wa Jalla, maka tidak ada yang diperolehnya kecuali surga tanpa hisab. Tidak ada penghalang baginya untuk langsung masuk surga-Nya Allah Ta’ala, kecuali karena hutang yang belum dibayar. Maka, berhati-hatilah terhadap hutang. Dan pelajaran yang paling berharga adalah tentang niat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Sesungguhnya ‘amal perbuatan itu bergantung pada niatnya. Sesungguhnya setiap orang itu mendapat sesuai dengan apa yang ia niatkan. Barangsiapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka pahala hijrahnya adalah pahala hijrah karena Allah dan Rasul-Nya. Barangsi¬apa berhijrah karena ingin mendapat dunia atau karena wanita yang akan ia nikahi, maka ia hanya akan mendapatkan apa yang dituju.” (HR. Bukhari & Muslim).
Seseorang dapat berhijrah karena ingin mendapatkan wanita yang dicintainya. Sebaliknya, seseorang dapat melakukan pernikahan justru karena ingin memuliakan sunnah dan menyiapkan ladang amal shalih yang Allah Ta’ala ridhai. Semakin bertambah usia kita, semakin perlu kita berusaha lebih gigih agar amalan-amalan yang kita kerjakan adalah amal shalih yang Allah Ta’ala ridhai. Ini berarti, kita perlu mengilmui agar amal shalih yang kita tunaikan benar-benar Allah ‘Azza wa Jalla ridhai. Dan para ulama menunjukkan bahwa ilmu merupakan salah satu pintu meraih barakah. Tanpa ilmu yang haq, kita tidak dapat mendidik niat, tidak pula mampu melakukan amal shalih maupun ibadah dengan benar sesuai tuntunan.
Sesungguhnya agama ini telah memberi tuntunan tentang bagaimana memulai dan merawat pernikahan. Inilah yang perlu kita ilmui; hal-hal yang patut kita kerjakan dan lebih-lebih urusan-urusan yang wajib kita tunaikan. Kita perlu mempelajari dengan sungguh-sungguh seraya tetap berusaha memperoleh tambahan ilmu. Kadang yang membuat kita kebingungan bagaimana cara melakukan sesuatu dengan baik bukan karena tidaknya ada panduan, bukan pula karena tidak jelasnya petunjuk, tetapi semata karena kita yang tidak mengetahui atau tidak memahami petunjuk yang jelas itu dengan matang.

0 Response to " Yang Harus Kita Cari dalam Rumah Tangga Bukan Sakinah "

Posting Komentar